Dalam
merancang suatu bangunan (gedung, rumah, dll) banyak sekali aspek yang
harus diperhatikan oleh para insinyur. Salah satu aspek penting yang
kadang terlupa adalah aspek keselamatan khususnya keselamatan dari
bencana kebakaran.
Pemilihan
material bangunan yang tepat ketika sedang merancang bangunan dapat
meminimalisir dampak dari bencana kebakaran. Karena setiap material
bangunan itu memiliki kemampuan terbakar yang berbeda-beda, maka
dibutuhkan sebuah alat untuk menguji kekuatan material bangunan tersebut
jika terbakar.
Oleh
karena itu, Prof. Ir. Yulianto Sulistyo Nugroho, M.Sc., Ph.D dari
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia
mengembangkan sebuah alat yang dapat menguji material-material bangunan
yang bersifat mampu bakar (combustible materials)
sehingga dapat diketahui informasi-informasi yang dapat dijadikan
masukan untuk para Arsitek, ahli struktur dan instalasi bangunan untuk
merancang sistem yang tepat. Alat yang mulai dikembangkan oleh Prof.
Yulianto sejak tahun 2005 ini bernama Kalorimeter Api. Alat ini dapat
digunakan untuk berbagai jenis material.
Prof.
Yulianto menjelaskan bahwa, fungsi dari Kalorimeter Api ini adalah
untuk menghasilkan berbagai informasi di antaranya adalah; berapa banyak
laju pelepasan kalor yang dihasilkan, berapa banyak asap yang
dihasilkan, dan untuk mengetahui komposisi asap yang dihasilkan dari
suatu pembakaran sampel material, dengan skala pengujian yang relatif
kecil. Jika informasi-informasi tersebut sudah didapatkan, maka para
insinyur dapat mengukur dengan tepat potensi bahaya kebakaran yang dapat
dapat terjadi sesuai dengan desain bangunan dan pilihan material yang
ada. Apabila dengan dengan pilihan material interior yang ada resiko
terjadinya kebakaran terlalu besar dan instalasi yang perlu dilengkapi
menjadi lebih mahal, maka para designer dan instalatir perlu mengganti beberapa material konstruksi bangunan dan interior menjadi lebih bersifat tahan api (non combustible).
“Tujuan
dikembangkannya Kalorimeter Api ini adalah melakukan berbagai macam
pengukuran untuk mengklasifikasikan tingkat resiko bahaya dalam
besaran-besaran yang dirumuskan dalam kriteria/sifat material apabila
material tersebut menerima beban termal”, katanya saat diwawancarai di
ruang kerjanya.
Prof.
Yulianto mengatakan bahwa sebenarnya Kalorimeter Api ini merupakan
pengembangan dan adaptasi dari berbagai macam standar yang sudah ada
sebelumnya. Pengujian di bidang fire
harus didasarkan pada suatu standar sehingga orang lain bisa menerima
hasilnya untuk kemudian dapat mengulanginya lagi. Sebuah alat ukur,
sedapatnya harus bisa diterima oleh banyak orang, sehingga hasilnya bisa
di-share
ke banyak orang, ungkapnya. Dengan rendah hati Prof. Yulianto mengakui
bahwa tingkat akurasi Kalorimeter Api yang ada saat ini masih kurang
memadai apabila dibandingkan dengan alat standar yang dimiliki biro
standar internasional, seperti yang ada di National Institute for
Standard and Technology (NIST) di Gaithersburg Maryland, USA yang sempat
dikunjungi di tahun 2007. Kita tidak boleh menyerah pada keadaan yang
ada. Keterbatasan yang ada akan coba diatasi dengan memasukan pengadaan
alat analisis standar melalui scheme research
yang ada. Dalam tahun 2011, kualitas hasil pengukuran laju produksi
asap dengan Kalorimeter Api sudah bisa setara dengan alat standar, Insya
Allah.
“Dengan
Kalorimeter Api kita dapat membandingkan sifat terbakarnya suatu
benda/material,” ujarnya. Ia menambahkan, keselamatan suatu banguan dari
resiko terbakar sangat tergantung dari beberapa faktor seperti
pemahaman mengenai rona awal lingkungan yang mungkin dapat memicu
kebakaran, rancangan dan resiko aktivitas manusia, desain bangunan,
pemilihan material untuk konstruksi dan isi bangunan, sistem proteksi
kebakaran aktif, dan tentunya rancangan manajemen kondisi kedaruratan
yang disiapkan. Setiap orang yang akan beraktivitas dalam bangunan
tertentu perlu diberikan sosialisasi dan pemahaman mengenai bangunan
gedung tersebut.

Secara
umum, cara kerja alat ini adalah sebagai berikut: sampel material
dimasukkan ke dalam Kalorimeter Api, kemudian dilakukan pemanasan
menggunakan heater
yang akan membuat sampel menerima beban kalor. Jika titik nyala sampel
tersebut sudah terlampaui , maka sampel tersebut akan terbakar. Ketika
sampel terbakar maka ia akan melepaskan energi ke atas, sehingga oksigen
di sekitarnya akan tetarik dan konsentrasi oksigen di gas buang akan
berkurang. Penurunan konsentrsi oksigen dalam gas buang diukur
menggunakan gas analyzer.
Prof. Yulianto menjelaskan bahwa dengan alat ini kita dapat melakukan banyak hal, seperti mengukur :
1. Berapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk terbakarnya suatu material (ignition time)
2. Berapa kalor yang dilepaskan dari suatu proses pembakaran
3. Berapa jumlah asap yang dilepaskan dari hasil pembakaran suatu material
Pengukuran-pengukuran tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan khususnya untuk material interior bangunan.
Foto : Dok. Prof. Yulianto
Penulis : Indah Sari Dewi
sumber : http://www.engineeringtown.com/teenagers/index.php/karya-teknologi-bangsa/37-kalorimeter-api.html
0 komentar:
Posting Komentar